Nama : Melati Marita Rahmadhani
Kelas : 1KA26
NPM : 14110335
Kelompok 1
BAB 11
1. Menjelaskan Perbedaan Kepentingan.
MATERI :
MATERI :
MENYELESAIKAN PERBEDAAN PENDAPAT DAN KEPENTINGAN
Hampir setiap hari kita saksikan di media terjadinya kekerasan di masyarakat. Terjadi konflik perbatasan antar Desa Adat seperti yang kita saksikan akhir-akhir ini di Bali, sebagai salah satu persoalan yang memasuki ruang penyelesaian secara demokratis, adil dan berkemanusiaan dengan cara pandang Agama dan budaya Bali.
Beragam pertanyaan, refleksi, dan penggugatan diri muncul. Di antaranya pertanyaan, bukankah salah satu peran dan amanat demokrasi justru agar persoalan dan perbedaan pendapat serta kepentingan tidak diselesaikan dengan kekerasan, tetapi secara damai?
Kita pun segera membela diri. Barangkali kekerasan yang timbul dari perbedaan kepentingan dan pendapat maupun dari beragam persoalan hidup muncul karena demokrasi kita masih dalam masa transisi dan pembelajaran. Meskipun pertimbangan itu benar, kita toh tetap bertanya dan menggugat diri. Maksudnya agar jangan keterusan. Tujuannya juga agar kita sadar perihal persoalan yang kita hadapi.
Kita pun ingin mengingatkan diri kita, terutama para pemimpin formal maupun informal, agar memahami dan menyadari perubahan-perubahan yang sedang kita hadapi, termasuk perubahan sistem, sikap, nilai, dan budaya sosial politik dari otokrasi ke demokrasi. Memang salah satu unsur substantif serta mendasar bagi demokrasi ialah kebebasan. Kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan membela kepentingan serta hak-hak, bahkan juga kebebasan yang diekspresikan lewat protes serta demo. Tetapi, justru karena semua itu, justru karena ada kebebasan itu, tujuannya agar perbedaan pendapat serta perbedaan kepentingan disikapi serta diselesaikan secara damai lewat hukum maupun lewat dialog dan musyawarah.
Apalagi dalam masa transisi pembangunan demokrasi, mungkin saja pemahaman kita tidak komprehensif. Misalnya diambil kebebasannya tanpa memahami, menyadari, dan mempraktikkan bahwa kebebasan itu justru berperan agar segala sesuatu diselesaikan dan dihadapi secara damai dan secara hukum. Dialog bahkan musyawarah tetap berperan. Mungkin tidaklah populer jika dewasa ini kita mengingatkan, meskipun demokrasi memiliki nilai-nilai universal, dalam pelaksanaannya tidaklah mungkin mengabaikan sama sekali nilai budaya lokal, terutama nilai budaya lokal yang tidak bertentangan dengan demokrasi, melainkan merupakan konteks dalam mengakarkan serta memasyarakatkan faham demokrasi itu.
Orang Jerman bilang Fourschung und Lehre, memahami secara teori serta mempraktikkannya. Barangkali pendekatan itu relevan dalam melaksanakan komitmen kita menyelenggarakan serta melaksanakan perikehidupan bersama yang demokratis. Praktek menyama braya semakin kehilangan ruangnya dalam pergaulan kita sehari-hari dan masihkah kita bisa berbangga seperti dulu bahwa masyarakat Bali adalah masyarakat yang santun, ramah tamah, penuh senyum ?
( Sumber : BUKU MDKU ILMU SOSIAL DASAR
Hampir setiap hari kita saksikan di media terjadinya kekerasan di masyarakat. Terjadi konflik perbatasan antar Desa Adat seperti yang kita saksikan akhir-akhir ini di Bali, sebagai salah satu persoalan yang memasuki ruang penyelesaian secara demokratis, adil dan berkemanusiaan dengan cara pandang Agama dan budaya Bali.
Beragam pertanyaan, refleksi, dan penggugatan diri muncul. Di antaranya pertanyaan, bukankah salah satu peran dan amanat demokrasi justru agar persoalan dan perbedaan pendapat serta kepentingan tidak diselesaikan dengan kekerasan, tetapi secara damai?
Kita pun segera membela diri. Barangkali kekerasan yang timbul dari perbedaan kepentingan dan pendapat maupun dari beragam persoalan hidup muncul karena demokrasi kita masih dalam masa transisi dan pembelajaran. Meskipun pertimbangan itu benar, kita toh tetap bertanya dan menggugat diri. Maksudnya agar jangan keterusan. Tujuannya juga agar kita sadar perihal persoalan yang kita hadapi.
Kita pun ingin mengingatkan diri kita, terutama para pemimpin formal maupun informal, agar memahami dan menyadari perubahan-perubahan yang sedang kita hadapi, termasuk perubahan sistem, sikap, nilai, dan budaya sosial politik dari otokrasi ke demokrasi. Memang salah satu unsur substantif serta mendasar bagi demokrasi ialah kebebasan. Kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan membela kepentingan serta hak-hak, bahkan juga kebebasan yang diekspresikan lewat protes serta demo. Tetapi, justru karena semua itu, justru karena ada kebebasan itu, tujuannya agar perbedaan pendapat serta perbedaan kepentingan disikapi serta diselesaikan secara damai lewat hukum maupun lewat dialog dan musyawarah.
Apalagi dalam masa transisi pembangunan demokrasi, mungkin saja pemahaman kita tidak komprehensif. Misalnya diambil kebebasannya tanpa memahami, menyadari, dan mempraktikkan bahwa kebebasan itu justru berperan agar segala sesuatu diselesaikan dan dihadapi secara damai dan secara hukum. Dialog bahkan musyawarah tetap berperan. Mungkin tidaklah populer jika dewasa ini kita mengingatkan, meskipun demokrasi memiliki nilai-nilai universal, dalam pelaksanaannya tidaklah mungkin mengabaikan sama sekali nilai budaya lokal, terutama nilai budaya lokal yang tidak bertentangan dengan demokrasi, melainkan merupakan konteks dalam mengakarkan serta memasyarakatkan faham demokrasi itu.
Orang Jerman bilang Fourschung und Lehre, memahami secara teori serta mempraktikkannya. Barangkali pendekatan itu relevan dalam melaksanakan komitmen kita menyelenggarakan serta melaksanakan perikehidupan bersama yang demokratis. Praktek menyama braya semakin kehilangan ruangnya dalam pergaulan kita sehari-hari dan masihkah kita bisa berbangga seperti dulu bahwa masyarakat Bali adalah masyarakat yang santun, ramah tamah, penuh senyum ?
( Sumber : BUKU MDKU ILMU SOSIAL DASAR
Oleh : Harwantiyoko
Neltje F. Katuuk
Edisi Kedua cetakan pertama , Januari 1997.
Diterbitkan pertama kali oleh GUNADARMA . Hak cipta di lindungi UU, Jakarta 1996 dan http://www.denpasarkota.go.id/main.php?act=edi&xid=46 )
2. menjelaskan tentang diskriminasi & etnosentrisme
MATERI :
2. menjelaskan tentang diskriminasi & etnosentrisme
MATERI :
Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain.
Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi
Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.
Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.
Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi
Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.
Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.
[sunting]
( sumber : id.wikipedia.org/wiki/Diskriminasi )
Terdapat 2 jenis etnosentris yaitu: 1. etnosentris infleksibel yakni suatu sikap yang cenderung bersifat subyektif dalam memandang budaya atau tingkah laku orang lain, 2. Etnosentris fleksibel yakni suatu sikap yang cenderung menilai tingkah laku orang lain tidak hanya berdasarkan sudut pandang budaya sendiri tetapi juga sudut pandang budaya lain. tidak selamanya primordial merupakan tindakan salah. akan tetapi bisa disaja dinilai sebagai sesuatu yang mesti dipertahankan. dalam sudut pandang ajaran (ritual) misalnya. prilaku primordialisne merupakan unsur terpenting, saat memberlakukan ajaran intinya.
( sumber : id.wikipedia.org/wiki/primordialisme )
Study Kasus :
Muslimah Inggris Menangkan Kasus Diskriminasi Jilbab
Wajah Bushra Noah (19) berseri-seri. Pasalnya, gadis Muslimah Inggris ini berhasil memenangkan kasus pemakaian jilbab di pengadilan. Pengadilan memberikan kompensasi sebesar 4.000 poundsterling atau sekitar Rp72,8 juta. untuknya setelah pemilik salon potong rambut menolak mempekerjakannya karena ia berjilbab.
Noah mendapatkan kompensasi karena telah mengalami perlakuan diskriminasi oleh pemilik salon hanya karena alasan berjilbab.
Sebelum ini, gadis Muslim berusia 19 tahun ini ditolak saat mengajukan lamaran kerja di salon potong rambut. Saat itu, pemilik salon mengatakan bahwa hanya pelamar berpenampilan trendi yang dibolehkan melamar.
Bahkan sekalipun Noah dijadualkan untuk diwawancara pada Mei 2007, setelah tiba di salon itu, terlihat jelas sekali kalau pemilik salon, Sarah Desrosiers, kaget melihat Noah berjilbab.
Dalam persidangan, Sarah mengaku terkejut dan mengharapkan pelamar yang berpendampilan trendi dan perkotaan.
Pengadilan menilai Noah sebagai korban diskriminasi dan memenangkan kasusnya dengan memberikan kompensasi atas penderitaan yang dialaminya.
Juri pengadilan merasa puas dengan bukti dari responden bahwa penuntut tidak diperlakukan kurang menyenangkan. Ia hanya diperlakukan sebagai seorang wanita, baik Muslim atau bukan, hanya lantaran alasan yang bukan karena keyakinan agama dengan menutupi rambut saat bekerja.
Desrosiers dianggap tidak memahami alasan mengapa seorang wanita yang memakai jilbab tertarik untuk melamar di salon kecantikan. Apa pun alasannya, diskriminasi tetaplah diskriminasi.
Noah mengatakan, selama wawancara, pihak salon kelihatan gelisah karena melihat ia mengenakan jilbab.
Tapi Desrosiers membantah perlakuannya karena jilbab dan diskriminasi agama. Ia mengatakan, bahkan andai yang melamar itu menggunakan topi koboi-pun akan ia tolak.
Source: http://arrahmah.com/index.php/news/read/1980/muslimah-inggris-menangkan-kasus-diskriminasi-jilbab#ixzz1ADRdnCqV
Noah mendapatkan kompensasi karena telah mengalami perlakuan diskriminasi oleh pemilik salon hanya karena alasan berjilbab.
Sebelum ini, gadis Muslim berusia 19 tahun ini ditolak saat mengajukan lamaran kerja di salon potong rambut. Saat itu, pemilik salon mengatakan bahwa hanya pelamar berpenampilan trendi yang dibolehkan melamar.
Bahkan sekalipun Noah dijadualkan untuk diwawancara pada Mei 2007, setelah tiba di salon itu, terlihat jelas sekali kalau pemilik salon, Sarah Desrosiers, kaget melihat Noah berjilbab.
Dalam persidangan, Sarah mengaku terkejut dan mengharapkan pelamar yang berpendampilan trendi dan perkotaan.
Pengadilan menilai Noah sebagai korban diskriminasi dan memenangkan kasusnya dengan memberikan kompensasi atas penderitaan yang dialaminya.
Juri pengadilan merasa puas dengan bukti dari responden bahwa penuntut tidak diperlakukan kurang menyenangkan. Ia hanya diperlakukan sebagai seorang wanita, baik Muslim atau bukan, hanya lantaran alasan yang bukan karena keyakinan agama dengan menutupi rambut saat bekerja.
Desrosiers dianggap tidak memahami alasan mengapa seorang wanita yang memakai jilbab tertarik untuk melamar di salon kecantikan. Apa pun alasannya, diskriminasi tetaplah diskriminasi.
Noah mengatakan, selama wawancara, pihak salon kelihatan gelisah karena melihat ia mengenakan jilbab.
Tapi Desrosiers membantah perlakuannya karena jilbab dan diskriminasi agama. Ia mengatakan, bahkan andai yang melamar itu menggunakan topi koboi-pun akan ia tolak.
Source: http://arrahmah.com/index.php/news/read/1980/muslimah-inggris-menangkan-kasus-diskriminasi-jilbab#ixzz1ADRdnCqV
Opini :
Menurut saya,, saya sangat menyayangkan kenapa di jaman seperti sekarang masih ada saja diskriminasi apa lagi soal penggunaan jilbab. Apa salahnya jika seorang muslim menggunakan jilbab, toh itu tidak akan merugikan siapapun, sesuatu yang baik kenap justru dilarang. Dengan wanita muslim yang menggunakan jilbab padahal kan tidak akan menghambat kinerja nya dalam bekerja, jadi sebaiknya jangan pernah membeda-bedakan, apa lagi untuk tidak menerima seorang pelamar pekerjaan hanya karena alasan seorang muslimah tersebut menggunakan jilbab, itu sangat tidak adil dan bukan alasan yang logis..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar